Mungkin hal ini aneh ...
Namun bagiku dan dirinya, ini
tentu sangat lumrah ...
Namaku
Putri. Aku lahir di Bandung, 30 Maret 1990. Aku tinggal bersama kedua orang
tuaku yang sangat menyayangiku. Secara fisik, penampilanku sangat menarik.
Itulah pendapat yang ku dengar dari orang-orang di sekitarku. Namun bagi mereka
yang belum mengenalku, mereka akan terkejut saat mengetahui aku adalah seorang
tuna netra.
Aku
sudah menyelesaikan pendidikan seniku di salah satu Universitas Negeri ternama
di kotaku. Saat ini aku bekerja di salah satu sanggar besar yang tidak jauh
dari rumahku. Disana aku mengajarkan anak-anak memainkan alat musik.
Kecintaanku pada Indonesia, khususnya dalam dunia seni, membuatku bertahan
sampai saat ini walaupun dengan kondisi yang tidak sama dengan kebanyakan
orang. Di sanggar itu, semua orang menyayangiku dan memandangku sama dengan
para pekerja yang lainnya. Mereka sangat menghargai apa yang aku lakukan dan
tetap menegurku kalau aku berbuat suatu kesalahan.
Hingga
pada akhirnya aku bertemu dengan Gema ...
Gema
selalu datang menjemputku saat aku pulang kerja. Aku tidak pernah tahu dia
datang dari mana karena dia tidak pernah menjawab pertanyaanku yang satu itu. Gema
sangat baik. Dia pun mahir bermain alat musik, gitar. Dari perkiraanku, dia ini
pasti mempunyai postur tubuh yang tinggi, tampan, pintar, dan mempunyai jiwa
seni yang kuat. Walaupun begitu, dia tidak pernah berani mengantarkanku sampai
persis di depan pintu rumahku. “Aku takut dimarahi ayahmu karena telah
mendekati anaknya yang cantik ini.” itulah katanya sambil mengacak
rambutku. Aku hanya bisa tersenyum. Dan satu lagi, kami tidak berpacaran. Kami
hanya menjalani hubungan ini apa adanya. Aku pernah bertanya pada Gema, apakah
dia tidak mempunyai pasangan atau sekedar berniat untuk mencari pasangan. Dia
cuma berkata, “Pasangan
kita adalah cermin diri kita. Aku menginginkan pasangan yang baik untukku.
Jadi aku akan memperbaiki diriku dulu agar aku mendapatkan pasangan yang baik
untukku.”
Sudah
1 tahun lebih aku mengenal Gema. Aku merasa nyaman dengannya. Dia pun sudah
berani untuk mengantarkanku sampai di rumah dan bertemu dengan kedua orang tuaku.
Orang tuaku sangat senang dengan Gema. Namun aku belum pernah bertemu dengan
orang tua Gema. Orang tua Gema adalah pebisnis dan jarang sekali berada di
rumah. Walaupun begitu, Gema selalu bercerita kalau ia tidak pernah membenci
orang tuanya. Dia tetap menyayangi orang tuanya walau orang tuanya jarang
pulang. Suatu saat Gema berkata “Putri, aku
sudah memilihmu sejak awal. Aku memilihmu untuk menjadikanku orang yang lebih
baik. Kamulah cerminku. Aku akan memperjuangkanmu.” Dia
selalu bisa meyakiniku. Dalam hal apapun. Aku hanya bisa berdoa, Ya Tuhan ...
Mohon berikan yang terbaik untukku dan Gema.
Gema
tidak banyak bercerita tentang dirinya. Menurutnya, dia lebih senang kalau aku
bercerita mengenai hidupku. Cukup menjadi pendengar yang baik, katanya. Suatu
saat Gema mengajakku makan malam di sebuah restoran. Hari itu adalah hari ulang
tahunku. “Kamu sangat cantik, Put. Cantik sekali. Sama
seperti cerminmu, yang sangat tampan hari ini. He he he he ...” ujarnya.
Pede sekali dia. “Andai saja aku bisa melihatmu ...” kataku
sambil berlinang air mata. “Duh, sejak kapan kamu jadi
cengeng gini. Ayo senyum lagi dong. Malu tuh diliat banyak orang. Cantiknya
luntur loh.” bujuknya. Terima kasih Tuhan, kau telah
mengirimkan malaikat penajaga untukku. Tolong selalu jaga dia Ya Tuhan, aku
sangat menyayanginya. Aku dibimbingnya saat makan. Yang kurasa, dia tidak
pernah canggung di depan orang saat sedang bersamaku. “Oh iya,
minggu depan aku akan ke rumahmu. Aku akan memberi kejutan untukmu.” katanya
disela-sela makan malam kita berdua. “Aku
tunggu ya ...” jawabku sambil tersenyum.
Hening
...
“Assalamu’alaikum
... Permisi.” kataku. Tidak ada jawaban. “Assalamu’alaikum
...” kataku
lagi. “Ya
sebentar ... Dengan siapa ya?” sahut suara di dalam rumah
itu. “Ini
putri, temannya Gema.” jawabku. “Oh iya,
masuk dulu nak. Ibu sedang beres-beres.” sahut
suara itu lagi. Aku pun memasuki rumah Gema. Tidak lama, ibu itu pun keluar.
Ibu itu memandangi wajahku. Bukan. Dia melihat mataku. “Apa kamu
Putri yang sering diceritakan oleh Gema?” tanya
ibu itu. “Ini
dengan mamanya Gema? Gemanya ada?” tanyaku
kembali. “Kamulah orangnya. Kamulah yang membuat Gema
berubah. Kamulah orang yang bisa membuat Gema menyayangi orang tuanya. Kamulah
yang membuat Gema bertahan. Ibu melihat Gema di matamu.” kata ibu
itu dengan air mata yang mengalir deras. “Maksud
ibu? Gemanya dimana ya bu? Saya mau minta maaf karena saya tidak bisa memberi
kabar selama saya di rumah sakit.” kataku.
Di ruangan itu aku melihat beberapa foto. Ada foto ibu dengan laki-laki yang
cukup berumur. Ada pula foto seorang laki-laki muda. Sangat tampan. Aku sangat
yakin kalau itu adalah Gema. “Ini Gema kan bu?” tanyaku
pada ibu itu. “Iya nak, ini Gema. Oh iya, jadi ibu antarkan
bertemu dengan Gema? Saat ini dia sedang bersama ayahnya.” ajaknya.
“Boleh bu.” jawabku
dengan semangat. Aku pun pergi dengan angkutan umum.. Aku pun turun dari
angkutan umum. Melewati banyak rumah. Dan saat aku memasuki sebuah lahan merah,
aku melihat ada sebuah papan bertuliskan “Gema Raditya
Prakoso”. “Gemaaaaaa
...” teriakku
dan langsung berlari ke arah gundukan tanah tersebut. “Apa
maksud ini semua bu? Kenapa ada nama Gema di papan ini?” tanyaku
pada ibu itu sambil terisak. “Gema sakit. Radang selaput
otak. Ibu juga baru mengetahuinya 3 hari sebelum Gema pergi. Gema hanya bisa
menitipkan matanya untukmu. Hanya itu yang bisa dia berikan untuk orang yang
sangat ia cintai. Disebelahnya, ada papanya Gema. Papanya sudah pergi lebih
dulu.” jelas
ibunya Gema. Aku tidak kuat lagi. Orang yang pertama kali ingin kutemui adalah
kamu Gema. Tapi kamu kenapa pergi? Kalau mata ini bisa buat kamu kembali, akan
aku lakukan. Lebih baik aku tidak bisa melihatmu namun kamu selalu ada
disampingku, daripada dengan begini kamu pergi meninggalkan aku. Kamu tidak
pernah bercerita apapun padaku. Entah siapa yang harus aku salahkan. Tuhan ...
Aku pernah meminta pada-Mu untuk menjaga Gema. Permintaanku ini tetap berlaku
walaupun Gema tidak bersamaku sekarang. Tolong jaga dia sampai aku bisa
menjemputnya Ya Tuhan ... Aku titip dia disisi-Mu. Sampaikan pada Gema, Ya
Tuhan ... Aku mencintainya.
0 comments:
Posting Komentar