Senin, 11 Maret 2013

Bahagia itu tidak selalu indah ...

Terkadang bahagia itu tidak selalu indah ...

            Aku ingat sekali saat itu, di rumah temanku. Teleponku berbunyi. “Tumben banget ada yang nelpon. Biasanya juga sms.” gumamku. Tapi panggilan itu tidak langsung ku angkat, karena nomor tersebut tidak ada di kontak teleponku. Tidak lama kemudian nomor itu kembali menghubungiku kembali. “Hallo?” sapaku. “Hihi.. Haloooo. Hahaha” jawab suara diseberang sana. Tuh kan... Sekalinya ada yang nelpon malah anak kecil ngga jelas. “Iya, ini siapa ya?” jawabku kembali. “Tut tut tut tut tut ...” panggilannya dimatikan. Biasa banget deh. “Siapa may?” tanya temanku. “Ngga tau tuh, anak kecil. Udah yuk lanjut lagi latihannya.” jawabku setengah semangat. Saat perjalanan pulang dari rumah temanku tersebut, nomor aneh itu terus menghubungiku. Aku diamkan saja. Sesampainya di rumah, aku angkat saja panggilan tersebut. “Hallo, siapa ni?” tanyaku. “Sorry, tadi adikku iseng. Dari tadi saya coba menghubungi kamu, tapi ngga diangkat. Sekali lagi maaf ya.” jawab orang di telepon itu. Laki-laki. Minta maaf. “Oh iya, gapapa kok. Lain kali kasih tau adiknya ya, jangan suka ganggu orang.” kataku. “Iya pasti saya kasih tau kok. Maaf ya, mbaaaa mmhhh...”. “Maya, panggil saja saya maya.” lanjutku. “Iya mba maya, maaf.” katanya. “Duh, jangan panggil saya mba, panggil saja maya.” ucapku setengah BT. “Eh iya, Maya. Sudah dulu ya, maaf ganggu waktu kamu. Bye.” katanya. “Iya, gapapa. Bye.” jawabku.

            Ya ... Itulah awal perkenalanku dengannya. Muhammad Steven Dwi Andrika. Laki-laki berdarah Indonesia-Belanda, pintar, tinggi, putih, dan sangat jauh berbeda denganku. Tapi dialah yang membuatku mengerti bahwa cinta itu tidak harus sempurna. Cinta itu tidak harus sama. Dia yang disenangi wanita lain yang jauh lebih sempurna dibandingkan denganku, tapi tetap memilihku untuk menjadi pasangannya. Dia yang selalu membelaku di depan adiknya karena adiknya tidak pernah menyukaiku. Dia yang nyatanya tak pernah bisa kumiliki.

            Dia sekolah di salah satu SMA Negeri favorit di kotaku. Aku termasuk jarang bertemu dengannya karena dia tidak mempunyai banyak waktu untuk keluar rumah. Kerjaannya hanya belajar, belajar, dan belajar. Aku sempat bosan dengan hubungan ini. Namun, aku bertahan karenanya. “Sabar ya sayang, kalau tugasku ini selesai aku langsung telepon kamu J” itulah balasan SMS nya saat aku sudah marah-marah. Dia setingkat lebih tinggi diatasku. Saat itu aku kelas 1 dan dia kelas 2. Namun terkadang dia bisa lebih kekanak-kanakan daripada aku. Setelah kenaikan kelas, dia mulai menghilang. Aku sudah mencoba menghubungi mamanya, adiknya, maupun temannya. Namun hasilnya nihil.

            6 bulan kemudian ...
            “Ganti ke kartu lama ah, udah lama ngga diaktifin.” gumamku. Saat itu aku memang menggunakan kartu baru agar bisa melupakan “dia”. Saat itu pukul 15:35, yang artinya setengah 4 lewat dikit. Setelah kartu lamaku diaktifkan kembali (setelah 1 minggu tidak diaktifkan), ada beberapa SMS yang masuk. Dan ada SMS dari “dia”.

          Sayang, ini Steve. Mudah-mudahan kamu masih sempat baca sms ini. Maaf beberapa bulan kemarin aku tidak pernah menghubungi kamu. Aku dapat kesempatan akselerasi dan aku berhasil. Tapi berita buruknya, saat ini aku ada di bandara. Mama menyuruhku untuk melanjutkan kuliah di Australia. 30 menit lagi pesawatku take-off. Aku harap kamu bisa nunggu aku di Indonesia. Aku minta maaf karena belum sempat pamit sama kamu. Saat liburan nanti aku akan balik ke Indonesia dan ketemu sama kamu. Aku janji. Kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan sampai diganggu cowok lain J I miss you, I love you, my dear :* :* :*

SMS ini masuk 20 menit yang lalu. Oh God... Apa yang harus aku lakukan. Apakah aku harus senang karena dia telah memberi kabar kepadaku atau aku harus marah karena dia harus pergi dan tidak sempat pamit padaku? Langsung saja ku telepon nomornya. Tidak ada jawaban. Kuhubungi sampai 5 kali. Namun tetap tidak ada jawaban. Lalu kubalas saja SMS itu.

          Kamu hati-hati disana ya ... Aku akan selalu tunggu kamu, asal kamu jaga kepercayaanku. Belajar yang bener. Jangan sampai lupa untuk memberitahuku kalau kamu sudah sampai. I will always love you :* :* :*

Delapan menit kemudian dia membalasnya...

          Aku berangkat ya sayang, sukses terus buat kamu. Sampai ketemu nanti :* I love you ...

Itulah SMS terakhirnya sebelum berangkat ke Australia. Setelah itu nomornya tidak bisa dihubungi lagi. Dia pun tidak pernah memberitahu apakah dia sudah sampai di tujuan atau belum, bagaimana keadaannya, bagaimana sekolahnya, ataupun yang lainnya.

            Teleponku berbunyi. Lagi dan lagi, nomor yang tidak ku kenal. “Hallooooooo sayangku ...” teriak suara diseberang sana. “Siapa ya?” kataku setengah nyeleneh. “Duh, masa kamu lupa sama suara aku. Aku steve loh.” jawabnya. “Steve apa nama panjangnya?” tanyaku masih belum yakin. “Muhammad Steven Dwi Andrika dong :D” jawabnya dengan nada yakin. Entah apa yang harus aku lakukan kali ini. Hampir 6 bulan dia tidak pernah ada kabar dan sekarang dia meneleponku. Aku hanya senyum-senyum saja. “Kamu kemana aja sih? Ngga ada kabar sama sekali. Aku pikir kamu kenapa-kenapa.” tanyaku padanya dengan air mata bahagia. “Cup cup cup cup... Maya ku sayang, jangan nangis dong. Aku baru aja sampai di rumah. Besok kita jalan-jalan yuk. Aku kangen banget sama kamu.” katanya padaku. “Siap kapten !!!” jawabku penuh semangat. Dan kami pun berbincang kembali.

            Esoknya aku menghabiskan waktu dengannya. Nonton, makan, bermain, keliling kota tempat tinggalnya. Aku tidak bisa berkata-kata lagi. Aku sangat senang saat itu. Dikecup keningku saat kami akan berpisah. Ku peluk dia seakan aku tidak bisa memeluknya lagi. “Kamu jangan tinggalin aku lagi ya.” kataku. “Kalau kuliah ku sudah selesai, aku akan selalu bersamamu” jawabnya dengan senyum. Ya, senyum yang hanya dimiliki olehnya. Senyum terakhir yang aku lihat darinya.

            Sejak pertemuanku dengannya itu, dia tidak pernah ada kabar lagi. Aku pun sudah mulai terbiasa. Namun ini sudah lebih dari 6 bulan. Aku putuskan untuk tidak memikirkannya lagi. Tiba-tiba temannya yang ada di Australia mengirimkan SMS untukku.

          Gw Ardi, temannya Steve. Lo pasti Maya kan? Gw cuma mau kasih tau kalau disini Steve udah punya cewek dan sebentar lagi dia mau tunangan. Jadi sebaiknya lo ngga usah mikirin dia lagi. Dia juga ngga pernah mikirin lo kok. Mendingan lo cari yang lain.

Bagaikan ditimpa batu besar di atas kepalaku, aku cuma terdiam. Apa maksud dari semua ini? Apa semua ini benar? Apa ini cuma akal-akalan adiknya Steve buat ngejauhin gw dari kakaknya. Dua hari kemudian, adiknya Steve meneleponku. Dia berkata bahwa kakaknya itu sedang dekat dengan perempuan yang ia temui di Australia dan aku harus menjauhi kakaknya itu. Namun saat aku sedang berbicara dengan adiknya, telepon itu direbut oleh seseorang. Steve. “Tolong kamu jangan percaya sama apa yang diomongin adikku. Itu semua bohong. Perempuan itu cuma temanku.” katanya. “Steve? Kamu ada di Indonesia? Kamu kok ngga kabarin aku.” tanyaku padanya. “Aku minta maaf, aku susah buat kabarin kamu. Panjang ceritanya.” jawabnya. “Cukup ya, aku capek. Mungkin sebaiknya kita emang ngga kayak gini. Kamu lebih baik sama perempuan itu, perempuan yang disukai adik kamu dan jauh lebih sempurna dibandingkan aku.” langsung ku tutup panggilan tersebut. Aku hanya bisa berdiam diri di kamar semalaman. Mengulang semua kenangan antara aku dan dia. Meneliti lagi apa yang seharusnya tidak aku mulai dengannya. Menyalahkan keadaan yang seharusnya tidak pantas untuk disalahkan. Dan menangisi orang yang sejak awal tidak boleh aku cintai.

            Pagi itu ...

          May, ini Steve. Tanggal 26 Desember nanti aku tunangan sama Gean. Aku harap kamu datang, setidaknya aku ingin bertemu kamu untuk terakhir kalinya. Aku tunggu.

Pagi-pagi dapat SMS yang kayak gitu, langsung bikin bad mood seharian. Tentunya aku tidak mau datang ke acara itu. Itu hanya membuatku sakit hati dan bahkan bisa merendahkan harga diriku di hadapan tamu lainnya...

Dan pada hari ini, tanggal 26 Desember cerita ini selesai. Tidak ada lagi aku. Tidak ada lagi kamu. Tidak ada lagi kita. Cuma hanya kenangan yang kujadikan pelajaran untuk kedepannya. Aku berharap setelah kali ini kamu menghilang dengan perempuan itu, kamu tidak pernah menghubungiku lagi. Aku tidak mau kamu datang dengan tiba-tiba lagi. Dan aku tidak mau kamu pergi lagi dengan tiba-tiba. Kamu akan bahagia dengan jalanmu dan aku akan bahagia dengan jalanku, karena bahagia tidak selalu indah ... J

0 comments:

Posting Komentar